Rabu, 09 Februari 2011

Cinderella Tanpa Sepatu Kaca

Andaikata,
Cinderella tak memiliki sepatu kaca,
tapi hanya sandal jepit menghiasi kakinya..
dan tak mengenakan indahnya gaun pesta,
tapi hanya daster usang nan sederhana..
dan tak mengendarai kereta kencana
tapi hanya sepeda ontel yang  telah butut pula…
Apakah sang pangeran masih akan mencarinya ke seluruh pelosok negeri,
tuk dijadikan permaisuri?

**

Hemm… Pikiran iseng. Tapi justru dari pikiran iseng inilah perenungan itu dimulai.

**

Cinderella oh Cinderella..
Siapa yang  tak mengenalnya?
Tepatnya, Princess Cinderella dan teman-teman Princess yang lain. Princess Snow White, Princess Aurora atau Sleeping Beauty, Princess Ariel, Princess Belle dan Princess yang lain.

Coba simak buku-buku fairy tale tersebut, maka akan anda temui kesamaan tema dari kisah para Princess.

“… Alkisah… di satu tempat yang indah, hiduplah seorang gadis cantik yang baik hati. Ia adalah putri saudagar kaya, atau di lain kisah,  putri seorang raja…bla…bla…bla… dan seterusnya… dan seterusnya… Setelah melalui lika-liku cerita, maka akhirnya sang puteri diselamatkan oleh sang pangeran pujaan hati, yang  tampan rupawan, lalu menikah dan hidup bahagia di istananya...”

Illustrasi gambar yang bagus, kisah penuh impian. Khas cerita dari negeri dongeng. Puteri cantik, gaun indah, istana yang megah, pangeran tampan, peri yang baik hati… Menjadikannya makin menarik. 

Ah.. namanya juga fairy tale. Namanya juga dongeng. Dan semua serba matre, bertabur syirik pula..

Gadis-gadis kecil itu, yang duduk di bangku TK dan SD, demam Princess..!!!  Dan sepertinya, tak ada diantara mereka yang tak mengenal para Princess itu selain hanya sebagian kecil saja. Mereka berkhayal menjadi Princess Cinderella, atau princess lain yang sesuai dengan impiannya.

Mengapa?

Apa sih yang menarik dari kisah-kisah tersebut hingga membuat para gadis kecil tersebut tergila-gila? Rasa penasaran ini mendorong untuk terus mengamati dan mencermati. Setelah membaca dan “menghayati” semua kisah Princess tersebut, ternyata…

Lihat saja.

Cinderella adalah putri saudagar kaya yang disia-siakan oleh ibu tirinya. Dalam satu babak cerita, sang pangeran, mengundang semua gadis muda untuk menghadiri pesta dansa untuk memilih calon permaisuri. Ibu tiri melarang Cinderella untuk datang ke pesta tersebut. Karena dia memiliki dua anak gadis. Dia sadar kalau sebenarnya Cinderella lebih cantik dan lebih baik hati dari kedua puterinya.  Tentu saja. Dia tidak menginginkan Cinderella menjadi pesaing kedua puterinya. Dengan kehadiran dan bantuan sang peri pelindung, akhirnya Cinderella pun bisa pergi ke pesta dansa, dengan dandanan yang sangat fantastis. Sepatu Kaca, kereta kencana, gaun pesta yang indah. Tak ada satu pun diantara gadis-gadis yang hadir yang mampu menandinginya. Padahal semua itu hanya sihir yang akan hilang, kecuali sepatu kacanya, setelah lewat jam duabelas malam. Lalu bertemu pangeran pujaan hati, menikah dan tinggal di istana.

Lain lagi kisah Princess Snow White. “Cermin ajaib, siapa yang paling cantik di negeri ini?” Pertanyaan narsis seorang ibu tiri yang ditujukan pada cermin ajaib. Semula, cermin ajaib selalu menjawab bahwa dia adalah yang tercantik. Namun satu ketika, jawaban si cermin ajaib bukan lagi dirinya yang tercantik, melainkan Snow White. Kenyataan bahwa Snow White lebih cantik darinya, membuatnya murka. Maka dia pun melakukan tipu daya, untuk menyingkirkan Snow White. Mengetahui Snow White masih hidup di tengah sebuah hutan, mendorongnya untuk melakukan tipu daya yang lebih keji, menyamar sebagai seorang nenek yang sangat lemah dan butuh pertolongan. Berpura-pura memberikan apel sebagai ucapan  terima kasih. Namun ternyata apel tersebut beracun, hingga Snow White tertidur selamanya setelah memakannya. Begitupun dengan Princess Aurora alias Sleeping Beauty yang tertidur karena menyentuh jarum pintal si nenek sihir jahat. Dan sihir yang menimpa kedua putri itu musnah berkat peranan sang pangeran pujaan hati.

Dan Princess Ariel, wujud sebelumnya adalah Mermaid atau Putri Duyung yang tinggal di dasar samudera. Sementara di permukaan samudera, seorang pangeran sedang berjuang mempertaruhkan nyawa karena kapalnya pecah. Ditengah laut yang sunyi, hanya ada Princess Ariel yang datang menolongnya. Dan selanjutnya bisa ditebak. Mereka saling jatuh cinta! Setelah melalui pertempuran dengan nenek sihir laut, Ariel pun bisa berubah wujud menjadi manusia dan hidup di istana bersama sang Pangeran yang telah membantunya mengalahkan nenek sihir.

Atau Princess Belle, putri saudagar kaya dan bertemu pangeran buruk rupa, yang sebenarnya adalah pangeran tampan dari satu kerajaan, dan akhirnya, toh, berubah kembali tampan, dan sebagainya.. dan sebagainya..

Begitu memukau..

Semua itu dimanfaatkan oleh para pengusaha yang jeli untuk membuat gadis-gadis kecil korban mode tersebut makin tergila-gila. Mulai dari tas sekolah bergambar princess, sampul depan buku tulis, penggaris, pensil, bahkan sepatu kaca, sandal, scarf, handuk, sayap peri beserta tongkatnya, hingga asesoris lain seperti gelang, kalung, cincin, giwang, bandana, jepit, dan lain-lain yang bernuansa pink berlogo princess. Semua itu laris manis diserbu oleh gadis-gadis kecil yang terobsesi. Jadi barang koleksi yang berujung pada timbulnya persaingan diantara mereka. Siapa yang memiliki koleksi paling banyak, paling lengkap, paling baru, paling… 

Berburu dari mal ke mal akhirnya menjadi satu ritual untuk melengkapi koleksi. Dan menguras dompet orang tuanya, tentu, untuk hal yang sebenarnya penuh  dengan kemubaziran. Masya Allah…

Lihatlah. Di sederet loker peralatan sekolah anak-anak perempuan itu. Tas sekolah atau sepatu atau kaos kaki bisa dibilang sebagian besar bergambar princess. Paling tidak berwarna pink. Tidak berbeda jauh dengan koleksi anak-anak laki-laki yang tergila-gila dengan karakter film robot, silat atau yang sejenisnya beserta pesawat, mobil, juga atribut lainnya. Semakin bergengsi sekolah mereka, semakin tinggi taraf hidup orang tuanya, semakin glamour dan mengerikan persaingan mereka.

Kalau anak-anak kecil dari kelas rendah itu tergila-gila, siapa yang salah?

Anak-anak kecil itu, mereka tidak bersalah. Tapi kitalah yang salah. Kita tidak menyadari bahwa buku cerita dan tontonan mereka bisa berperan dalam membentuk karakter mereka. Mengarahkan mereka pada siapa mereka akan mengagumi, meneladani, mencontoh perilaku mereka.

Anak-anak yang dibesarkan dalam buaian mimpi semu. Ditambah pula, tontonan mereka sekarang ini. Film semacam Dora Emon, fairy tale yang diperankan Barbie, merupakan contoh tontonan yang dibumbui magic. Terkadang mereka juga ikut menikmati tayangan sinetron, yang hampir keseluruhan bertemakan senada dengan kisah fairy tale. Kaya, cantik, berebut harta benda atau wanita, saling fitnah, menghalalkan  segala cara. Sungguh jauh berbeda dengan kenyataan hidup yang sebenarnya. Betapa banyak orang miskin di sekitar kita. Akibatnya, mimpi mereka ya tentu saja menjadi orang kaya, tenar. Maka tidak mengherankan kalau menjadi artis adalah impian mereka. Jalan pintas untuk menjadi kaya dan tenar bak para Princess.  Dan bagi sebagian yang lain, mengharap-harapkan datangnya sang peri pelindung  yang akan menolong mereka atau datangnya keajaiban tanpa mau berusaha keras. 

Persaingan yang tidak sehat, jiwa-jiwa yang rapuh, tidak survive, materialistis. Indikasi ini sudah banyak terbaca, menjadi bagian karakter generasi muda yang sering kita saksikan di sekitar kita.    


Apa yang terjadi sekarang? Krisis idola, krisis keteladanan, krisis akhlak, dan krisis-krisis yang lain yang mengarah pada kehidupan yang semakin materialistis. Materi, dalam artian bahwa sekarang  yang dikejar hanyalah EKSISTENSI dari sesuatu. Sesuatu yang langsung bisa terindera oleh panca indera. Kekayaan, kekuasaan, kecantikan. Semua berlomba-lomba untuk itu. Sebagian dari kita sudah melupakan ESENSI dari sesuatu. Sesuatu yang lebih bersifat spiritual dan maknawi. Itulah sebagian dari dampak era “Cinderella”. Bukan menyalahkan Cinderella semata, karena Cinderella hanyalah sekedar istilah atau satu contoh kasus.  Tapi kitalah yang salah memaknai hidup. Parahnya, kesalahan memaknai hidup itu secara langsung maupun tidak, telah kita ajarkan pada anak-anak kita.

Mencermati lebih mendalam, sebenarnya cerita Princess itu tak sepenuhnya buruk. Ada nilai-nilai kebaikan juga di sana. Meskipun terkamuflase kalau tidak boleh dibilang  terkalahkan oleh glamournya illustrasi gambar dan jalinan cerita yang menghanyutkan. Hingga pesan moral yang baik itu justru terabaikan. Asalkan kita menyempatkan sebagian waktu kita untuk menemani putera-puteri kita membaca, menjelaskan pada mereka tentang norma baik buruk, Insya Allah pesan moral dari setiap cerita yang dibaca anak akan tersampaikan, sementara keglamouran itu bisa teredam.

Menjadi princess juga bukan hal yang salah. Kita bisa menyampaikan pada putera-puteri tercinta bagaimana prince atau princess yang sejati. Bahwa prince dan princess yang hakiki adalah yang memiliki bobot keimanan dan akhlaqul karimah yang berkualitas tinggi, cerdas, menghargai orang lain, survive, mandiri dan sebagainya. Bukan sekedar cantik jelita, kaya raya, bergaun indah, berkereta kencana dan sederet atribut materialis yang lain namun skillnya minimal dan akhlaknya mengkhawatirkan. 


Oh ya. Menjadi kaya raya juga bukan sesuatu yang salah kok. Bukan pula sesuatu yang diharamkan. Kalau kita membaca Sirah Sahabat, banyak diantara sahabat Rasulullah SAW yang kaya raya. Siapa yang tak kenal Abdurrahman bin ‘Auf yang barisan kafilah dagangnya menggetarkan bumi, binatang ternak dan kekayaannya yang lain yang tak terkira jumlahnya. Atau Utsman bin Affan, atau bunda Khadijah, seorang saudagar wanita yang sukses. Atau kakek Rasulullah, Abd Al Mutholib yang mengorbankan 100 ekor onta. Dan Rasulullah sendiri sebenarnya beliau adalah pemilik sekian hektar kebun korma di kota Madinah yang masih lestari hingga saat ini. Mereka kaya, namun tetap hidup bersahaja. Tidak menampakkan keglamouran. Juga membelanjakan hartanya untuk sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Bernilai ibadah di hadapan Allah. Sedekah,  menyantuni orang miskin atau orang-orang yang lemah, untuk jihad fi sabilillah... Karena  pemilik kekayaan kelak akan ditanya, dari mana asalnya, dan untuk apa dibelanjakan. Karena mereka sangat meyakini bahwa sesungguhnya harta mereka tidak seberapa. Hanya Allah lah yang Maha Kaya. Hingga tiada berguna berbangga diri dengan harta yang dimiliki. Itulah yang seharusnya diteladani.

Saat  kita meluangkan waktu membaca buku cerita bersama putera-puteri tercinta, menjadi saat yang tepat untuk mengajarkan nilai-nilai yang Islami. Di saat-saat seperti inilah kita bisa menyelipkan pesan tentang siapa yang lebih pantas kita jadikan teladan. Selain mempererat hubungan kasih sayang antara orang tua dengan anak.

Dan buku-buku cerita Princess itu, hanya dijadikan sebagai bagian kecil dari daftar bacaan mereka. Sebagai selingan. Banyak buku yang seharusnya mereka ketahui dan mereka baca. Buku tentang Sejarah Nabi, suri tauladan sahabat, ensiklopedi, atau buku cerita karakter lain yang sekarang banyak beredar. Atau buku-buku yang bertema kisah inspiratif semacam Tetralogi Laskar Pelangi, misalnya, yang memberi inspirasi untuk berjuang dan survive. Bukan tidak boleh bermimpi.  Namun mimpi untuk memperjuangkan hak kejayaan seperti itu sangat perlu ditumbuhkan. Selama kita bisa membentengi anak-anak kita dengan akidah yang benar, pengaruh buruk buku-buku atau tontonan yang berakibat pada keteladanan yang keliru, Insya Allah masih bisa diatasi.

Itulah artinya bahwa buku itu jendela dunia, pembuka cakrawala, pembentuk pola pikir anak bangsa. Hingga kita harus selektif memilih buku yang akan kita gunakan sebagai media belajar. Karena  membaca itu harus. Allah SWT pun menyuruh kita untuk membaca, melalui  firmanNya:

“Iqra’ bismi Rabbikalladzii khalaq. Khalaqal insaana min ‘alaq. Iqra’ wa Rabbukal akram. Alladzi ‘allama bil qalam. ‘Allamal insaana maa lam ya’lam..”  (Q S. Al ‘Alaq : 1-5)
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan. Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan qalam. Dia yang mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahui.”

Menurut tafsir, makna membaca yang terkandung dalam surat Al Alaq tersebut, bukan hanya buku yang harus kita baca. Tapi seluruh alam semesta ini beserta makhluk yang menghuninya, kita harus pandai-pandai membacanya. Agar kita mampu memaknai sesuatu, membaca esensinya, bukan hanya sekedar mengindera eksistensinya. Dan selanjutnya, makin mengimani Penciptanya.

Wallahu a’lam bishshowab

**