Kamis, 31 Desember 2015

KESIAPAN SEKOLAH

Di negara kita, pada umumnya, seseorang memasuki pendidikan sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Setelah melewati TK A dan TK B, diharapkan anak siap untuk mengikuti pendidikan di SD. Dengan kesiapan itu, anak mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil mengikuti pendidikan pada jenjang selanjutnya dibandingkan anak-anak yang belum memiliki kesiapan.

Pernyataan di atas bukanlah tanpa alasan karena Lefrançois (2000) telah menyatakan bahwa peserta belajar yang siap untuk belajar hal-hal yang lebih spesifik akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak yang kaya dibandingkan yang belum siap.

Istilah kesiapan (readiness), dalam kamus Webster didiskripsikan sebagai:
Kesiapan mental atau fisik untuk bertindak atau menerima pengalaman yang tangkas/pantas, cakap, atau terampil.  Immediate availability (Gredler,1992).

Dalam bahasan selanjutnya, istilah kesiapan dan kematangan sekolah mempunyai pengertian yang sama, hal ini didasari oleh pendapat Piaget (dalam Gredler,1992) yang menyatakan kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama karena kesiapan tidak akan pernah dapat tercapai tanpa kematangan.

Untuk bisa dikatakan siap, tentu saja ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Ada beberapa pandangan dan tokoh yang memberikan sumbangan tentang kriteria kematangan sekolah, diantaranya adalah:

David Ausubel (1962) mendiskripsikan kesiapan sekolah sebagai kondisi tertentu yang tergantung pada pertumbuhan dan kematangan serta pengalaman sosial anak. Menurutnya kesiapan sekolah adalah suatu kondisi di mana: 

  • Anak dapat belajar dengan mudah tanpa ketegangan emosi. 
  • Anak mampu menujukkan motivasinya karena usahanya untuk belajar memberikan hasil yang sesuai.

Strebel (dalam Mangunsong dkk, 1993) Mengemukakan tujuh kriteria kematangan sekolah sebagai berikut:

  • Perkembangan fisik yang sudah matang. 
  • Derajat ketergantungan terhadap orang tua, terutama sejauh mana keterikatan anak kepada ibunya. 
  • Pemilihan tugas sendiri sesuai dengan minatnya. 
  • Dapat menyelesaikan tugas yang diberikan maupun yang dipilih sendiri. 
  • Ketepatan prestasi kerja, sehubungan dengan konsentrasi dan perhatiannya terhadap pelajaran. 
  • Keteraturan dalam berpikir daan bertingkah laku secara sosial, dalam bekerja kelompok dan teman-temannya. 
  • Perkembangan mental yang dapat diukur dengan tes inteligensi dan tes kematangan sekolah.

Hal-hal yang mempengaruhi kesiapan seseorang dalam belajar adalah kematangan fisik, perkembangan keterampilan berpikir, dan adanya motivasi. Untuk mengukur kesiapan, guru dapat mengukur melalui perkembangan emosi dan intelektual anak. Selain itu juga guru perlu mengerti bagaimana anak belajar dan motivasi belajar anak (Lefrançois, 2000)

Dengan kata lain, kesiapan sekolah merujuk kepada kondisi dimana anak telah memiliki kemampuan untuk belajar dan terlibat dalam lingkungan sekolah tanpa merasa tertekan.

Pada pendapat lain dikatakan bahwa karakteristik anak siap sekolah tampak pada beberapa aspek minimal yaitu:
  • Kesiapan fisik. Motorik kasar dan halus sudah berkembang baik, 
  • Kondisi kesehatan yang menunjang proses belajar. 
  • Kesiapan kognitif, misal: mengenal warna dan bentuk, memahami objek benda. 
  • Kesiapan bahasa, misal: sudah paham kata-kata, bisa berkomunikasi. 
  • Kesiapan emosi, misal: sudah bisa berpisah dari orangtua, mampu mengendalikan emosi. 
  • Kesiapan sosial, misal: mau berinteraksi dengan teman sebaya, bersikap positif terhadap orang lain.
  • Memiliki pengetahuan umum 
  • Memiliki keahlian/practical life (kecakapan hidup) seperti misalnya cara membersihkan diri, memakai baju sendiri. 
  • Pemahaman terhadap aturan

Yang penting diingat oleh orangtua adalah perkembangan setiap anak berbeda. Inteligensi hanya berperan kecil: anak pintar tidak menjamin anak siap bersekolah. Pola asuh yang benar dan sehat di rumah serta pendidikan di sekolah yang menyenangkan dan tidak membuat anak merasa tertekan, memegang peranan utama dalam perkembangan anak menuju kesiapan sekolah.

Kesiapan sekolah dapat dipelajari atau dibentuk, dalam hal ini keterlibatan orang tua sangat diperlukan untuk mempersiapkan anak masuk sekolah.


“No child becomes ready for school on their own”


sumber :