Rabu, 05 Januari 2011

6 kesalahan orang tua dalam mendidik anak

Setiap orang tua memiliki cara yang khas dalam berinteraksi dengan buah hatinya. Bagaimana cara mereka mengungkapkan perhatian, kasih sayang, bahkan amarah ataupun teguran. Dalam berinteraksi dan mendidik anak  tersebut, bisa jadi orang tua melakukan kesalahan. Apakah kita pernah melakukan salah satu atau beberapa dari kesalahan tersebut? Mari kita lihat…

1.      harapan negatif
Tekanan yang paling kuat dalam diri manusia adalah harapan. Harapan, kita komunikasikan lewat kata-kata dan bahasa tubuh. Anak-anak menginternalisasi harapan itu sehingga menjadi bagian dari dirinya.
Cotohnya; jika orang tua percaya bahwa anak tidak akan berhasil dalam menyelesaikan soal matematika yang sulit, orang tua akan menyampaikannya dengan cara apapun dan mungkin tanpa kita sadari. Anak mulai meragukan kemampuannya untuk menjawab soal matematika tersebut dan bertingkah laku yang sesuai dengan harapan kita. Yaitu anak gagal menyelesaikan soal matematikanya.

2.       standar yang terlalu tinggi
Kita seringkali menentukan standar yang terlalu tinggi untuk dicapai anak kita. Kita ingin kamarnya rapi sekali. Setiap lembar rambut di kepalanya harus tersisir rapi. Mereka harus sukses di sekolah, olahraga, pekerjaan rumah, dll. Kita menyampaikan harapan kita kepada anak untuk selalu melakukan yang terbaik. Kita menjadi jarang puas dengan prestasi anak. Kita menuntut anak untuk berprestasi lebih dari kemampuan dan usianya.

3.       menumbuhkan kompetisi antar saudara kandung
Orang tua sering tidak sadar kalau mereka menumbuhkan kompetisi antar saudara kandung. Kita sering memuji anka yang berhasil sementara kita mengabaikan atau mengkritik anak yang gagal. Membandingkan mungkin saja kita ungkapkan dengan gerakan atau ungkapan wajah dan juga kata-kata yang semua sama efektifnya  untuk menumbuhkan kompetisi.
Kompetisi antar saudara kandung  memiliki dampak terhadap kelebihan dan kekurangan anak. Anak-anak kadang menjadi terampil di bidang yang saudara kandungnya tidak bisa. Anak yang sama mungkin tidak akan mencoba kegiatan yang dilakukan  saudara kandungnya karena mereka merasa tidak akan berhasil.
Kejadian lain yang bisa saja terjadi, jika anak yang pada awalnya memiliki prestasi di bawah saudara kandungnya kemudian prestasinya berubah. Hal ini tentunya membuat posisi saudara kandung yang berprestasi terancam. Biasanya secara temporer, saudara kandung yang berprestasi akan menurun kualitas belajar dan tingkah lakunya.

4.       ambisi
Orang tua yang terlalu berambisi, ingin selalu menjadi orang tua yang terbaik. Untuk mendapatkan posisi terbaik, orang tua juga memaksa anaknya untuk juga menjadi yang terbaik. Sikap ambisius ini juga menular pada anak-anaknya. Mereka tidak akan mencoba kalau tidak akan menjadi yang terbaik. Mereka takut mengalami kegagalan. Takut tampil tidak sempurna.
Ada juga orang tua yang tidak ingin anaknya ambisius, namun komentarnya mendorong anak untuk ambisius. “Kamu harusnya bisa lebih baik nilainya kalau kamu belajarnya lebih rajin.” Atau “Kalau nilai kamu begini terus, hebat deh.” Komentar seperti ini memberi pesan kepada anak bahwa kamu berharga jika kamu sukses. Jadi orang tua yang ambisius mengungkapkan kepada anak ketidakpuasannya dan berapa pun nilai anak tidak pernah cukup.

5.       standar ganda
Orang tua tahu bahwa mereka memiliki kewajban dan juga hak . Namun seringkali orang tua  melupakan hak anak dan lebih ingat akan kewajiban anak. Ibu menginginkan anak selalu meletakkan barang-barangnya di tempatnya.  Namun di ruang tamu penuh dengan majalah wanita  dan barang-barang ibunya yang tidak diletakkan di tempatnya. Anak dituntut untuk selalu membantu pekerjaan rumah tangga. Sementara ayah karena sudah lelah bekerja, setelah pulang kerja diperbolehkan untuk tidak membantu pekerjaan rumah tangga. Orang tua lupa bahwa sekolah dan bermain adalah pekerjaan anak.
Dengan  diperlakukan berbeda, anak akan menangkap pesan ada hak-hak khusus yang tidak diperoleh anak. Anak menangkap kesan bahwa mereka tidak berharga di dalam keluarga. Pada akhirnya anak juga tidak akan berminat mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

6.       serangan kata-kata
Kata-kata yang kita lontarkan kepada anak tanpa sadar memberikan penilaian bukan penyemangat anak. Seringkali kata-kata yang kita ucapkan adalah pujian yang isinya komentar yang mengungkapkan penilaian dan pendapat kita sebagai orang tua. Komentar seperti ini membuat anak tergantung pada pendapat orang lain. Bukan menjadi percaya pada dirinya.

Baik disadari ataupun tidak, mungkin kita pernah melakukannya...

5 komentar:

  1. tambah ilmu buat pada ummahat, calon ummahat, pemerhati dan pecinta pendidikan anak...thank's sis.....

    BalasHapus
  2. semoga membuat para ortu menyadari bahwa sebagai manusia, pasti tdk luput dari kesalahan....

    BalasHapus
  3. rasanya berdosa sekali jika mengingat pembelajaran yang saya terapkan,dukung saya untuk berubah ya us ! jazakillah khoir

    BalasHapus
  4. Orang tua Fenny plegmatis, untungnya Fenny gak pernah ditarget tinggi-tinggi, dpt nilai bagus syukur, enggak ya paling cuma diingetin belajar :D cuma kalau pas dpt sesuatu yang menurut ortu lain itu pantas dirayakan, ortu Fenny cuma bilang, "Baguslah"...ngeeeekkkkk ...padahal pengen tuh dipeluk2 trus diciumin apalagi dikasih something gitu *curhat

    BalasHapus